Kisah Nabi Muhammad SAW
Sejarah Nabi Muhammad SAW
Nasab Nabi Muhammad Sholallah ‘alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
Nasab Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam adalah
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdil Manaf bin
Qusyai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin
Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin
Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan dan seterusnya sampai kepada Nabi
Ibrahim alaihis salam.
Kelahiran Nabi Muhammad Sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dilahirkan
pada hari Senin bulan Rabi’ul Awwal tahun Gajah. Ada yang meriwayatkan
bertepatan dengan tanggal 2 namun ada riwayat lain yang menyatakan
tanggal 3, akan tetapi pendapat yang paling masyhur menurut Jumhurul
ulama adalah tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Selama ibu baginda Rasulullah
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam mengandung, tidak
sedikitpun merasa berat maupun ngidam. Akan tetapi sebagian ulama
mengatakan bahwa dia merasa sedikit berat hanya ketika mulai mengandung
saja, namun setelah itu, dia merasakan penuh kemudahan dan keringanan.
Bahkan, Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
dilahirkan tidak seperti manusia-manusia lainnya. Ada riwayat yang
menyebutkan bahwa beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
lahir dalam keadaan telah terkhitan dan tali pusatnya terpotong bersih
sambil menggenggam jari jemarinya dan memberi isyarat dengan jari
telunjuknya seperti orang yang sedang bertasbih. Namun ada pendapat lain
yang mengatakan bahwa kakeknyalah yang telah mengkhitankan beliau pada
hari ketujuh dari kelahirannya. Para ulama berbeda pedapat tentang masa
baginda Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
berada dalam kandungan ibunya, diantara pendapat terkuat adalah bahwa
beliau berada dalam kandungan ibu selama 9 bulan. Hari Senin adalah
adalah hari yang penuh berkah. Imam Ahmad Ibnu Hambal meriwayatkan
sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra, “Dia berkata bahwa Rasulullah
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dilahirkan pada hari
Senin, beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam diangkat
menjadi rasul juga pada hari Senin, beliau sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam keluar untuk berhijrah dari Mekkah ke Madinah juga
pada hari Senin dan sampai di Madinah al-Munawwarah juga pada hari
Senin, beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam wafat juga
pada hari Senin dan beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was
salam mengangkat Hajar Aswad (ketika Ka’bah di bangun kembali oleh
orang-orang Quraisy) juga pada hari senin.” Pada malam kelahiran
Rasululah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam terjadi
berbagai macam keanehan dan keajaiban, di antaranya adalah robohnya
patung-patung yang ada di sekililing Kabah. Bersama kelahiran beliau
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam pula, muncul cahaya yang
sangat terang sehingga dapat menerangi istana-istana yang ada di negeri
Syam (Syiria pada saat ini). Di antara keanehan dan keajaiban yang lain
adalah adanya goncangan yang amat dahsyat meluluhlantahkan istana
Kaisar Persia dan menhancurkan beranda-berandanya. Api persembahan
mereka yang belum pernah padam selama seribu tahun tiba-tiba padam.
Danau yang biasa meluap seketika itu surut. (sebuah danau yang sangat
besar di wilayah Persia).
Yang Mengasuh dan Menyusui Nabi Muhammad Sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam Orang yang pertama kali menyusui Nabi Muhammad
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam adalah ibunya sendiri
Aminah az—Zurriyah, setelah itu beliau sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam disusui oleh Tsuwaibah al-Aslamiyah selama beberapa
hari. Tsuwaibah al-Aslamiyah adalah salah seorang budak wanita Abu Lahab
yang dibebaskan ketika dia menyampaikan berita gembira tentang
kelahiran Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
kepadanya, sehingga dengan itu, maka Allah Swt meringankan siksaan
atasnya. Hal itu sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sebuah
hadits Muallaq bahwa setelah Abu Lahab meninggal dunia seseorang mimpi
bertemu dengannya, lalu dia memberitahu kepadanya bahwa dalam setiap
hari Senin dia telah diringankan siksaannya oleh Allah Swt karena
memerdekakan budaknya Tsuwaibah sebagai tanda kegembiraannya terhadap
kelahiran Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam.
Ibnu Mandah salah seorang ahli tafsir terkemuka telah memasukkan
Tsuwaibah dalam kategori sahabat, namun para ulama telah berbeda
pendapat tentang hal itu. Nabi Muhammad memberikan penghormatan yang
baik terhadap Tsuwaibah al-Aslamiyah. Terbukti ketika Tsuwaibah
al-Aslamiyah mengunjungi beliau setelah menikah dengan Khadijah
radhiallahuanha, demikian pula dengan Sayyidah Khadijah ra. Begitu pula
setelah Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
hijrah ke Madinah beliau juga mengirimkan pakaian dan uang padanya
hingga dia meninggal dunia. Setelah itu Nabi Muhammad sholallah alahi wa
aalihi wa shohbihi was salam disusui oleh Halimah binti Abi Dhuaib
as-Sa’diyah. Nabi Muhammad sholallah alahi was salam dibawa oleh Halimah
ke desanya di Bani Sa’ad yaitu sebuah desa di wilayah Thaif. Menurut
pendapat yang benar bahwa Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam tinggal di sana selama empat tahun. Selama mengasuh
Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam, Halimah
dan keluarganya dianugerahi oleh Allah Swt rizki yang melimpah dan
kehidupan yang sejahtera. Syaima’ adalah puteri Halimah as-Sa’diyah yang
turut bersama ibunya mengasuh baginda Rasulullah sholallah alahi wa
aalihi wa shohbihi was salam. Selanjutnya Halimah as-Sa’diyah
mengembalikan Nabi sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
kepada ibunya karena takut terhadap peristiwa pembedahan dada yang
terjadi padanya ketika Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam berusia empat atau lima tahun. Setelah itu, Halimah
as-Sa’diyah tidak lagi pernah melihat Nabi Muhammad sholallah alahi wa
aalihi wa shohbihi was salam kecuali hanya dua kali, yaitu yang pertama,
setelah Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
menikah dengan Sayyidah Khadijah ra, dia datang kepada beliau sholallah
alahi was salam dan mengadukan kepadanya tentang paceklik yang menimpa
negerinya. Pada waktu itu Sayyidah Khadijah ra memberikan 20 ekor
kambing dan hadiah-hadiah yang lainnya. Dan yang kedua yaitu pada saat
terjadinya perang Hunain. Di samping itu, Nabi Muhammad sholallah alahi
wa aalihi wa shohbihi was salam juga pernah diasuh oleh Ummu Aiman
Barakah al-Habasyiah, dia adalah bekas budak perempuan ayah Rasulullah
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam, namun setelah
Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dewasa, dia
dibebaskan oleh beliau dan dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah.
Masa Pertumbuhan Nabi Muhammad Sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was
salam Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
dibesarkan dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal dunia pada saat beliau
sholallah alahi was salam masih berada dalam kandungan ibunya. (Inilah
pendapat yang paling masyhur yang dipilih oleh Ibnu Katsir dan lain-lain
karena ada pendapat lain yang yang mengatakan bahwa ayah Nabi sholallah
alahi wa aalihi wa shohbihi was salam meninggal ketika Nabi sholallah
alahi wa aalihi wa shohbihi was salam berusia dua puluh delapan bulan.
Dan pada saat itu ayahnya berusia dua puluh lima tahun, demikian menurut
pendapat yang benar.) Sepeninggal ayahnya semua biaya hidup Nabi
Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam ditanggung oleh
kakek beliau yang bernama Abdul Muthalib. Pada saat berusia enam tahun,
beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam diajak pergi
oleh ibunya ke kota Yatsrib (Madinah al-Munawwarah) untuk mengunjungi
keluarga bibi-bibi beliau dari Bani Najjar. Di sana beliau tinggal
bersama mereka selama satu bulan. Setelah itu, barulah mereka kembali.
Namun dalam perjalan pulang ibunya sakit yang menyebabkannya meninggal
dunia, sehingga sekaligus dimakamkan di desa Abwa’. Beliau pulang
bersama Ummu Aiaman yang kemudian menyerahkan Nabi sholallah alahi wa
aalihi wa shohbihi was salam pada kakeknya Abdul Muthalib. Ada riwayat
lain yang mengatakan bahwa setelah meninggal dunia, jenazah ibunya
sempat dibawa pulang ke Mekkah dan dimakamkan di sana. Demikian menurut
Ibnu Jauzi dalam kitab Al-Wafa’. Kakek beliau sholallah alahi wa aalihi
wa shohbihi was salam wafat pada saat beliau sholallah alahi wa aalihi
wa shohbihi was salam berusia 8 tahun. Setelah itu, Nabi Muhammad
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam diasuh oleh paman beliau
Abu Thalib sesuai dengan wasiat kakeknya. Sejak saat itu Abu Thalib
menjadi pengasuh dan pelindung Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi
wa shohbihi was salam dari musuh-musuh beliau. Abu Thalib juga sangat
mencintai Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam.
Kehidupan Abu Thalib sangat miskin, namun Allah Swt telah melimpahkan
keberkahan dan kemakmuran kepadanya berkat pengasuhannya terhadap Nabi
Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam. Ketika berusia
12 tahun, beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dibawa
oleh pamannya Abu Thalib ke Syam untuk berdagang, namun dia segera
memulangkannya kembali karena takut terhadap apa yang akan dilakukan
oleh orang-orang Yahudi kepadanya sebagaimana peringatan Pendeta
Bukhaira kepada Abu Thalib. Kemudian yang kedua kalinya adalah ketika
Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam pergi bersama
Maisarah budak Khadijah ra untuk membawa barang dagangan ke Syam. Pada
waktu itu Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
berusia 25 tahun. Kebetulan malam tanggal 16 Dzul Hijjah, ketika
Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam singgah di
bawah sebuah pohon, seorang pendeta mendekat seraya berkata, “Tidak ada
orang yang singgah di bawah pohon ini kecuali dia adalah seorang nabi.”
Keadaan Nabi Muhammad Sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
sebelum Diutus Sebelum diutus menjadi nabi, Rasulullah sholallah alahi
wa aalihi wa shohbihi was salam adalah seorang hamba yang taat beragama
dan gemar beribadah. Beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was
salam benci terhadap berhala dan hal-hal yang haram, disamping itu,
beliau juga seorang penggembala domba. Hal itu sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Rasulullah
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam bersabda:
“Allah Swt tidak mengutus seorang nabi kecuali dia pernah menggembala
domba. Lalu seorang bertanya kepada Beliau, “Apakah engkau juga?” Maka
Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam menjawab,
“Ya.”. Sebelum diutus menjadi nabi, Rasulullah sholallah alahi wa aalihi
wa shohbihi was salam juga pernah berdagang. Diantara salah seorang
yang pernah menjadi rekanan beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi
was salam adalah Saib Abi Saib. Oleh karena itu, pada saat pembukaan
kota Mekkah Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
berkata kepadanya: مَرْحَبًا بِأَخِي وَشَرِيْكِي
“Selamat datang, wahai saudara dan rekananku.” Dan di dalam berdagang
Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam tidak pernah
menipu maupun menyakiti orang lain. Disamping itu, Rasulullah sholallah
alahi wa aalihi wa shohbihi was salam juga telah melakukan perniagaan ke
Syam dengan membawa barang dagangan milik Sayyidah Khadijah ra, dan
beliau sholallah alahi was salam pulang dengan membawa keuntungan yang
sangat banyak, sebuah keuntungan yang tidak terbanyangkan sebelumnya.
Pada saat itu usia beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was
salam adalah 25 lima tahun.
Nama-nama Nabi Muhammad Sholallah Alaihi wa aalihi wa shohbihi Was salam
Di antara nama-nama Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam sebagimana disabdakan oleh beliau sholallah alaihi wa
aalihi wa shohbihi was salam sendiri adalah :
أَنَا مُحَمَّدُ, أَنَا أَحْمَدُ وَأَنَا المَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللهُ
بِهِ الكُفْرَ, وَأَنَا الحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى
قَدَمِيْ, وَأَنَا العَاقِبُ فَلاَ نَبِيَّ بَعْدِي.
“Aku adalah Muhammad (terpuji), Ahmad (memuji), Maahi (yang menghapus
kekafiran), Haasyir (yang mengumpulkan seluruh umat manusia
dihadapannya), ‘Aaqib (penutup para nabi).” Dalam riwayat yang lain juga
disebutkan:
أَنَا المُقَفَّى وَنَبِيُّ التَّوْبََة وَنَبِيُّ الرَّحْمَةِ.
Aku adalah Muqaffa (yang dimuliakan), Nabiyyut Taubah (nabi pembuka pintu taubat) dan Nabiyyur Rahmah (nabi pembawa rahmat)”.
Adapun dalam Shahih Muslim disebutkan, “Nabiyyul Malhamah (Nabi yang
memimpin peperangan.” Dalam al-Quran Allah Ta’ala menyebut Rasulullah
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam dengan nama-nama
berikut ini : Basyiran (pembawa berita gembira), Nadziiran (pemberi
ancaman), Siraajan Muniiran (pelita yang terang), Rauufan Rahima
(pengasih dan penyayang), Rahmatal lil’alamiin (pembawa rahmat bagi alam
semesta). Muhammad, Ahmad, Thaha, Yaasin, Muzammil (orang yang
berselimut), Mudatstsir (orang yang berkemul) dan Abdullah (hamba Allah)
yaitu sebagaimana tertera dalam firman-Nya yang berbunyi:
وَأَنَّهُ لَمَا قَامَ عَبْدُ اللهِ يَدْعُوْهُ. (الجن : 19)
“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya
(mengerjakan ibadat).” (Al-Jin : 19). Dalam al-Qur’an Nabi Muhammad
sholallah alaihi was salam juga dipanggil dengan nama An-Nadziir
al-Mubiin (pemberi peringatan yang menjelaskan), yaitu sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya yang berbunyi:
وَقُلْ إَنِّي أَنَا النَذِيرُ المُبِيْنُ (الحجر :89)
“Dan katakanlah sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang
menjelaskan.” (Al-Hijr : 89) Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam juga dipanggil dengan nama Mudzakkir (yang memberi
peringatan). Hal itu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang
berbunyi : إَنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّر (الغاشية : 21) “Maka berilah
peringatan karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi
peringatan.” (Al-Ghaasyiyah : 21) Dan banyak lagi nama-nama lainnya,
namun kebanyakan nama-nama tersebut adalah sifat.
—
Tanda-tanda Kenabian Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
Ada beberapa tanda kenabian Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam, diantaranya adalah sebagai berikut : Peristiwa
Pembedahan dada. Peristiwa tersebut terjadi sebanyak empat kali.
Peristiwa Pembedahan dada yang pertama terjadi pada saat Nabi sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam berada dalam asuhan Halimah
as-Sa’diyah dan ketika itu beliau sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam masih berusia empat tahun. Demikian menurut pendapat yang
benar. Peristiwa Pembedahan dada yang kedua, pada saat usia beliau
sepuluh tahun.(hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Hibban dan al-Hakim.
Dijelaskan juga dalam Syarah Imam az-Zarqoni ala al-Mawahib
al-Ladunniyah li al- Qasthalani). Peristiwa Pembedahan dada yang ketiga
terjadi ketika Jibril datang kepadanya untuk memberikan wahyu atau pada
saat beliau sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam diangkat
sebagai seorang nabi dan pada saat itu beliau sholallah alaihi was salam
berusia empat puluh tahun. (hal tersebut sesuai hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Abi Dawud ath-Thayalisi dan penjelasan yang ada
dalam Syarah Imam az-Zarqoni al al -Mawahib al-Ladunniyah li
al-Qasthalani). Peristiwa Pembedahan dada yang keempat terjadi pada
malam Isra’ Mi’raj, ketika Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam hendak diisra’kan, hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam
kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Ketahuilah bahwa seluruh cerita tentang
peristiwa pembedahan dada dan pembersihan hati Nabi sholallah alaihi wa
aalihi wa shohbihi was salam adalah peristiwa yang wajib kita yakini,
tidak ragu-ragu tanpa membayangkan bagaimana hakikat yang sebenarnya,
karena peristiwa yang seperti itu bukanlah sesuatu yang mustahil bagi
Allah. Khatimun Nubuwwah (Cap kenabian). Para ulama berbeda pendapat
dalam menentukan bentuknya, akan tetapi menurut pendapat yang paling
masyhur adalah berbentuk seperti telur burung merpati, yaitu sepotong
daging yang timbul pada punggung sebelah kiri bagian atas Nabi Muhammad
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam, ia memancarkan cahaya
dan berbau wangi serta meningkatkan wibawa. Mimpi yang nyata. Nabi
Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam tidak pernah
mimpi sesuatu kecuali ia akan menjadi kenyataan. Nabi Muhammad sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam acap kali melihat cahaya dan
sinar serta mendengar suara-suara. Disamping itu beliau sholallah alaihi
wa aalihi wa shohbihi was salam juga dapat mendengarkan ucapan salam
bebatuan dan pepohonan serta terlindungi dari panasnya terik matahari
dengan awan yang selalu berada di atas beliau sholallah alaihi wa aalihi
wa shohbihi was salam.
Anak-Anak Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
Anak-anak Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
adalah sebagai berikut : Qasim, dengannya Nabi Muhammad sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam memperoleh julukan abul Qasim.
Dia dilahirkan sebelum Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam diangkat menjadi nabi begitu pula meninggalnya, dia meninggal
dunia dalam usia 2 tahun. Abdullah, dia juga dinamai dengan ath-Thayyib
dan ath-Thahir. Dia dilahirkan setelah Rasulullah sholallah alaihi wa
aalihi wa shohbihi was salam diangkat menjadi nabi, namun ada juga
pendapat lain yang mengatakan bahwa dia dilahirkan sebelum Rasulullah
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam diangkat menjadi nabi.
Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa ath-Thayyib bukanlah
ath-Thahir. Zainab. Ruqayyah. Ummu Kultsum Fathimah az-Zahra ra.
Anak-anak perempuan Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam seluruhnya mengalami zaman Islam dan turut berhijrah bersama
Rasululah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam. Perlu kami
sampaikan di sini bahwa mereka semua adalah anak-anak dari Khadijah ra.
Disamping itu, Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam juga memiliki anak lain yang dilahirkan di Madinah yaitu Ibrahim,
dia dari Mariyah al-Qibthiyyah. Ibrahim meninggal dunia ketika berusia
70 hari. Menurut sebagaian riwayat adalah 7 bulan dan riwayat yang lain
lagi 8 bulan. Seluruh anak Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam meninggal dunia pada saat beliau sholallah alaihi wa
aalihi wa shohbihi was salam masih hidup kecuali Fathimah az-zahra, dia
meninggal 7 bulan setelah nabi wafat. Zainab adalah anak perempuan Nabi
Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam yang paling
besar, dia menikah dengan Abul Ash bin Rabi’ dan dia telah masuk Islam.
Dengan pernikahan tersebut dia dikaruniai seorang anak laki-laki yang
bernama Ali, namun ia meninggal dunia pada saat usianya masih dini.
Disamping itu dia juga memiliki anak yang lain yaitu Umamah, seorang
anak yang pernah digendong oleh Nabi Muhammad sholallah alaihi was salam
pada saat beliau melakukan shalat. Setelah dewasa Umamah menikah dengan
Ali bin Abi Thalib yakni setelah meninggalnya Fathimah az-Zahra bibinya
serta atas wasiat darinya. Sepeninggal Ali bin Abi Thalib Umamah
menikah kembali dengan Mughirah bin Naufal bin Harits bin Abdul Muthalib
dan dengan pernikahan tersebut dia dikaruniai seorang anak laki-laki
bernama Yahya al-Mughirah. Umamah meninggal dunia ketika menjadi isteri
Mughirah. Fathimah az-Zahra ra menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra,
beliau memiliki beberapa orang anak yaitu, Hasan, Husein, Muhsin,
Ruqayyah, Zainab, dan Ummu Kultsum radhyallahu ‘anhum. Muhsin meninggal
dunia pada saat masih bayi sedangkan Ruqayyah meninggal dunia sebelum
dewasa. Zainab menikah dengan Abdullah bin Ja’far dan dengan pernikahan
tersebut dia dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Ali, namun
ia meninggal dunia pada saat masih kecil. Sedangkan Ummu Kultsum menikah
dengan Umar bin Khathab ra dan dengan pernikahan tersebut dia
dikaruniai seorang anak laki-laki yaitu Zaid. Setelah itu, dia menikah
kembali dengan ‘Auf bin Ja’far, setelah itu diperisteri oleh saudaranya
yaitu Abdullah bin Ja’far. Adapun Ruqayyah (puteri Nabi sholallah alaihi
wa aalihi wa shohbihi was salam) dia menikah dengan Utsman bin Affan
dan dengan pernikahan tersebut dia dikaruniai seorang anak laki-laki
yang bernama Abdullah. Ruqayah meninggal dunia pada hari dimana Zaid bin
Haritsah datang membawa kabar gembira tentang kemenangan kaum muslimin
di perang Badar. Setelah Ruqayyah meninggal dunia, Utsman bin Affan ra
menikah kembali dengan saudaranya yakni puteri Nabi sholallah alaihi was
salam yang satunya yaitu Ummu Kultsum, dan dia meninggal dunia di
sisinya pada bulan Sya’ban tahun sembilan kenabian.
Hijrah Nabi Muhammad Sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
Pada tahun ketiga belas dari kenabian, Nabi sholallah alaihi wa aalihi
wa shohbihi was salam memerintahkan pada sahabatnya dan orang-orang
Islam yang berada di Makkah untuk berhijrah menuju Madinah agar
bergabung dengan saudara-saudara mereka dari kaum Anshar. Nabi berkata :
إِنَّ اللهَ عَزَّ وّجَلَّ جَعَلَ لَكُمْ إِخْوَانًا وَدَارًا
تَأْمَنُوْنَ بِهِا.
“Sesungguhnya Allah telah mempersiapkan keluarga dan rumah sebagai
tempat berlindung yang aman untuk kamu sekalian.” Maka keluarlah mereka
berbondong-bondong menuju Madinah. Tetapi untuk sementara Nabi sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam tetap tinggal di Makkah sambil
menunggu izin dari Allah untuk keluar berhijrah. Diantara mereka adalah
Umar bin Al-Khattab, Talhah bin Zaid, Hamzah, Abdurrahman bin Auf,
Zubair bin Awwam, Abu Hudzaifah, Usman bin Affan dan lain-lain. Dan
setiap hari orang Islam secara bertahap berhijrah ke Madinah sehingga
tidak ada yang tinggal bersama Nabi di Makkah kecuali Imam Ali bin Abi
Thalib dan Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallah ‘anhuma beserta orang-orang
yang tertahan dan tersiksa. Kemudian Nabi mendatangi rumah Abu Bakar dan
berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kepadaku untuk
berhijrah.” Maka Abu Bakar serentak menjawabnya, “Aku akan menemanimu,
wahai Rasulullah!” Rasulullah menjawab pula, ”Ya, memang Kaulah yang
kuminta menemaniku nanti.” Mendengar jawaban itu, Abu Bakar menangis
karena terharu dan gembira. Jauh sebelumnya Abu Bakar telah menyediakan
dua ekor unta sebagai kendaraan mereka untuk berhijrah, dan ia telah
mengupah Abdullah bin Uraiqit sebagai teman dan penunjuk jalan ke
Madinah. Nabi keluar bersama Abu Bakar dengan sembunyi-sembunyi menuju
gua Tsaur. Dan Abu Bakar telah berpesan kepada Abdullah bin Abu Bakar
puteranya, untuk mendengarkan apa yang dibicarakan orang di Makkah
tentang mereka berdua, serta menyuruh Amir bin Fuhairah bekas budaknya
untuk menggembala kambingnya pada siang hari dan beristirahat pada malam
harinya di sekitar tempat persembunyian mereka berdua itu. Puteri Abu
Bakar Asma’ senantiasa mengirim makanan bagi keduanya. Setelah Nabi dan
Abu Bakar masuk ke dalam gua, Allah memerintahkan laba-laba untuk
membuat sarang di antara mulut gua itu dengan pohon yang berada di muka
gua, maka tertutuplah Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam bersama Abu Bakar dari pandangan musuh-musuhnya. Allah juga
memerintahkan dua burung merpati liar untuk membuat sarang di antara
sarang laba-laba dan pohon di sampingnya. Pengejaran yang dilakukan kaum
Musyrikin itu menjangkau mulut gua Tsaur itu. Akan tetapi Allah
menutupi keduanya sehingga tidak ada seorang pun yang melihat mereka.
Yang terlihat oleh kaum Musyrikin hanyalah sarang laba-laba yang
menutupi pintu gua itu, hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam
firman-nya yang berbunyi :
فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا. (التوبة : 40)
“Maka Allah meurunkan ketenanganNya pada (Rasul)-Nya, dan diperkuatnya
dengan bala tentara yang tidak terlihat oleh mereka
(Musyrikin).”(At-taubah:40) Dari dalam gua itu Abu Bakar yang
menyaksikan gerak-gerik kaum Musyrikin yang ada di atas gua sempat
berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah! Andaikata salah seorang dari
mereka sampai mengangkat telapak kakinya, pasti mereka akan melihat
kita.” Jawab Rasulullah, “Jangan kamu kira kita ini hanya berdua,
Allahlah yang ketiganya.” Pembicaraan keduanya itu direkam oleh Allah
dalam firmanNya yang berbunyi : ثَانِىَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الغَارِ
إِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا.(التوبة :
40)
“Salah seorang dari dua orang yang sedang berada dalam gua itu berkata
kepada temannya, “Janganlah kamu (Abu Bakar) bersusah hati, sesungguhnya
Allah beserta kita.” (At-Taubah: 40) orang-orang Quraisy yang gagal
menemukan Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
itu segera mengumumkan akan memberi hadiah seratus ekor unta bagi yang
dapat menemukan baginda Rasulullah. Nabi dan Abu Bakar hanya tiga malam
saja bersembunyi dalam gua Tsaur itu. Kemudian keduanya melanjutkan
perjalanan mereka dengan ditemani oleh Amir bin Furaihah dan Abdullah
bin ‘Uraiqit sebagai penunjuk jalan. Mendengar sayembara yang
dikeluarkan oleh kaum Quraisy itu, Suraqah bin Malik bin Ju’syum seorang
pemuda tangguh, berusaha mengejar Nabi untuk mengembalikannya kepada
kaum Quraisy agar dia mendapat hadiah seratus ekor unta. Ia memacu
kudanya dengan mengikuti jejak unta Nabi yang ditemukannya, hingga suatu
ia tergelincir kudanya dan terpelanting berkali-kali. Ketika melihat
Suraqah mendekat, Nabi berdoa memohon perlindungan kepada Allah yang
menyebabkan kuda Suraqah terjatuh karena kakinya terbenam ke dalam
pasir. Di saat itulah Suraqah sadar bahwa dia tidak akan dapat menangkap
Rasulullah. Dalam keadaan kaki kudanya sedang ditelan bumi ia pun
segera memohon pertolongan kepada Rasulullah. Ia berteriak sekuat
tenaga, “Aku adalah Suraqah bin Malik bin Ju’syum, berhentilah sebentar
aku mau bicara denganmu, dan aku berjanji tidak akan berbuat yang
membahayakanmu!” Nabi menyuruh Abu Bakar menanyakan maksud Suraqah yang
sebenarnya. Maka Suraqah menjawab, “Tuliskan sebuah surat yang dapat
kami jadikan bukti antara aku dan kamu!” Amir bin Fuhairah segera
menuliskan satu tulisan pada sepotong tulang atau pada selembar kulit.
Nabi berkata pada Suraqah, “Bagaimanakah kalau anda kelak memakai
perhiasan Kaisar Persia?” Apa yang diucapkan oleh Nabi ini ternyata
menjadi kenyataan sewaktu kerajaan Kaisar Persia dapat ditumbangkan oleh
kaum Muslimin di masa pemerintahan khalifah Umar bin Al-Khattab ra Pada
waktu mahkota dan segala perhiasan Kaisar Persia diserahkan kepada
Khalifah Umar, maka Baginda memanggil Suraqah bin Malik untuk diberi
Mahkota dan perhiasan Kaisar Persia itu sebagai pemenuhan apa yang
dijanjikan oleh Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam waktu itu. Di tengah perjalanan, kafilah Nabi itu bertemu dengan
perkemahan Ummi Ma’bad yang berdiri di tengah-tengah padang pasir. Di
sisi kemah itu, Nabi melihat ada seekor kambing yang kurus dan sakit.
Baginda pegang puting susu kambing itu, maka sambil berdoa baginda perah
hingga keluarlah air susu dari kambing yang biasanya tidak bisa
mengeluarkan. Pada mulanya air susu itu diberikan kepada Ummi Ma’bad,
kemudian diperah lagi buat rombongan yang ikut bersama baginda.
Selanjutnya baginda perah lagi untuk diberikan pada suami Ummi Ma’bad
yang ketika itu sedang menggembala kambing-kambingnya. Sehingga
setibanya Abu Ma’bad, ia terperanjat melihat ada segelas susu yang
terletak di atas mejanya. Ia bertanya pada isterinya mengenai asal
muasal air susu dalam gelas itu. Kata Ummi Ma’bad, “Demi Allah, tadi ada
seorang lelaki yang membawa berkat kemari, ia mempunyai akhlak yang
tinggi sekali dan tutur katanya amat sopan pula.” Mendengar kisah Ummi
Ma’bad itu, maka Abu Ma’bad berkata, “Demi Allah aku harus menemui
lelaki bangsa Quraisy yang sedang diburu oleh kaumnya itu.” Demikianlah
Nabi melanjutkan perjalanannya hingga Quba’ (pinggiran kota Madinah).
Baginda sampai di sana tepat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul-Awwal
yang merupakan hari pertama bagi sejarah Islam. Setelah itu Nabi
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam singgah di rumah
Kultsum bin Hadam, lalu melaksanakan shalat Jumat di Bani Salim bin ‘Auf
dan itulah shalat Jum’at pertama yang dilaksanakan dalam Islam.
Sesampainya di Madinah, Nabi sholallah alaihi was salam segera mengutus
Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi’ untuk pergi ke Mekkah dengan bekal dua
ekor keledai dan uang sebanyak lima ratus dirham, lalu mereka kembali
bersama Fathimah binti Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam, Ummi Kultsum, Saudah binti Zam’ah, Usamah bin Zaid dan Ummu
Aiman radhiyaalhu ‘anhum.
Isteri-Isteri Nabi Muhammad Sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam Isteri-isteri Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam adalah sebagai berikut : Khadijah binti Khuwailid ra. Beliau
telah hidup bersama Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam sejak 15 tahun sebelum turun wahyu hingga tiga tahun sebelum
Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam hijrah ke Madinah
dan beliau wafat di sisinya. Saudah binti Zam’ah ra. Beliau hidup
bersama Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
hingga lanjut usia. Suatu saat Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi
wa shohbihi was salam hendak menceraikannya, namun akhirnya dia rela
untuk memberikan giliran harinya untuk ‘Aisyah ra dan dia berkata,
“Wahai Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam, aku
sudah tidak lagi memiliki ghirah terhadap laki-laki, namun aku ingin
agar kelak di akhirat dikumpulkan bersama isteri-isteri engkau.” Di
antara salah satu keistimewaannya adalah dia pernah menjadi isteri
tunggal Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
selama tiga tahun setelah meninggalnya Khadijah dan dia meninggal dunia
pada tahun lima puluh lima Hijriyah. ‘Aisyah binti Abi Bakar ra. Beliau
menikah dengan Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam di Mekkah 2 tahun sebelum hijrah. Menurut sebagian riwayat 3 tahun
sebelum hijrah. Pada saat itu ‘Aisyah berusia 6 atau 7 tahun dan beliau
tinggal bersama Nabi di Madinah dalam usia 9 sembilan tahun. Nabi
Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam meninggal
dunia dalam pangkuannya dan pada saat itu ‘Aisyah berusia 18 tahun.
‘Aisyah ra meninggal dunia pada tahun 58 Hijriyah, namun menurut
sebagian riwayat bukan pada tahun itu dan Nabi Muhammad sholallah alaihi
was salam tidak pernah menikah dengan seorang gadis kecuali dengannya
dan dia dijuluki dengan Ummu Abdillah (karena dia telah memelihara
Abdullah bin Zubair, putera Asma’ saudara perempuan ‘Aisyah, isteri
Zubair bin Awwam). Hafshah binti Umar bin Khathab ra. Diriwayatkan bahwa
pada suatu saat Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam hendak menceraikannya, lalu Jibril datang kepadanya dan
berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkanmu untuk kembali kepada
Hafshah karena dia adalah wanita ahli ibadah dan berpuasa.” Dalam
hadits yang lain dijelaskan bahwa kembalinya Nabi sholallah alaihi wa
aalihi wa shohbihi was salam kepada Hafshah adalah sebagai tanda kasih
sayang Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
kepada Umar bin Khathab ra. Hafshah bintu Umar bin Khathab meninggal
dunia pada tahun 45 Hijriyah, namun menurut riwayat yang lain bukan pada
tahun itu. Ummu Habibah binti Abi Sufyan ra. Beliau menikah dengan Nabi
Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam ketika berada
di Habasyah dan mas kawinnya adalah uang sebanyak empat ratus dinar,
hadiah dari raja Najasi kepada Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi
wa shohbihi was salam dan yang menjadi wali dalam pernikahan tersebut
adalah Utsman bin Affan ra. Ummu Habibah meninggal dunia pada tahun 4
Hijriyah. Ummu Salamah Hindun binti Umayyah ra. Beliau meninggal dunia
pada tahun 62 Hijriyah. Dia adalah isteri Nabi Muhammad sholallah alaihi
wa aalihi wa shohbihi was salam yang paling terakhir meninggal dunia,
akan tetapi menurut riwayat yang lain bahwa isteri Nabi Muhammad
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam yang paling terakhir
meninggal dunia adalah Maimunah ra. Zainab binti Jahasy ra. Beliau
meninggal dunia di Madinah pada tahun 20 Hijriyah. Dia adalah isteri
Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam yang
pertama kali meninggal dunia setelah beliau sholallah alaihi wa aalihi
wa shohbihi was salam dan orang pertama yang mayatnya dibawa dengan
keranda. Juwairiyah binti al-Harits ra. Beliau adalah salah seorang
tawanan perang dalam ghazwah Bani Mushthaliq, lalu Nabi Muhammad
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam membebaskan dan
menikahinya. Dia meninngal dunia pada tahun 56 enam Hijriyah. Maimunah
binti al-Harits ra. Beliau adalah bibi Khalid bin Walid dan Abdullah bin
Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Dia adalah wanita terakhir yang dinikahi
oleh Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam dan dia
wafat pada tahun lima puluh satu Hijriyah, akan tetapi dalam riwayat
yang lain dikatakan bahwa beliau meninggal dunia pada tahun 66 Hijriyah.
Shafiyyah binti Huyai bin Akhthab ra, seorang wanita Yahudi dari
keturunan Nabi Harun as. Beliau adalah salah seorang tawanan dalam
perang Khaibar, lalu Nabi Muhammad sholallah alaihi was salam
memerdekakan dan menikahinya. Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam telah menjadikan kemerdekaannya itu sabagai mahar
dalam pernikahan tersebut dan beliau wafat pada tahun lima puluh
Hijriyah. Zainab binti Khuzaimah ra, seorang wanita yang dikenal dengan
nama Ummul Masakin (ibunya orang-orang miskin). Rasulullah sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam telah menikah dengannya pada
tahun 3 Hijriyah, namun usia pernikahan tersebut berjalan tidak lama,
karena hanya dalam waktu dua atau tiga bulan dia meninggal dunia.
Demikianlah isteri-isteri Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam yang telah bergaul dan hidup bersama beliau sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam sesuai dengan dalil-dalil yang
kuat. Makam mereka sangat terkenal yaitu di Baqi’ kecuali Sayyidah
Khadijah ra dan Sayyidah Maimunah ra. Sayyidah Khadijah ra dimakamkan di
Hujun Mekkah sedangkan Sayyidah Maimunah ra dimakamkan di Wadi Sarif,
salah satu lembah dekat Mekkah. Disamping itu, Nabi Muhammad sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam juga pernah menikah dengan
Fathimah binti Dhahhak. Namun ketika turun ayat Tahyir (perintah kepada
isteri-isteri Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
untuk menentukan pilihan yakni Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam atau dunia), dia justru memilih dunia, dari pada
Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam, maka Nabi
Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
menceraikannya. Setelah peristiwa tersebut dia jatuh miskin, bahkan
karena begitu miskinnya hingga sampai mencari sisa-sisa makanan di
tempat-tempat sampah, dan dia mengatakan, “Aku adalah orang yang paling
celaka, karena aku telah memilih dunia dan meninggalkan Rasulullah
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam.” Nabi Muhammad
sholallah alaihi was salam juga pernah menikah dengan Syaraf saudara
prempuan Dahiyah al-Kalabi ra. Nabi Muhammad sholallah alaihi was salam
juga pernah menikah dengan Khaulah binti al-Hudzail. Dalam riwayat yang
lain disebutkan Binti Hakim. Dia adalah seorang wanita yang telah
memberikan dirinya kepada Nabi Muhammad sholallah alaihi was salam untuk
dinikahi. Akan tetapi menurut riwayat yang lain bahwa wanita yang telah
memberikan dirinya kepada Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam untuk dinikahi adalah Ummu Syuraik. Nabi Muhammad
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam juga pernah menikah
dengan Asma’ binti Ka’ab al-Jauniyah ra, namun mereka semua telah
diceraikan oleh Rasulullah sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam sebelum digauli. Disamping itu, Nabi Muhammad sholallah alaihi wa
aalihi wa shohbihi was salam juga pernah menikah dengan salah seorang
wanita dari suku Ghifar, akan tetapi setelah Nabi Muhammad sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam melihatnya berkulit putih yang
sangat buruk, maka Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
mengembalikan kembali kepada keluarganya. Nabi Muhammad sholallah
alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam juga pernah menikah dengan
Umaimah, namun anehnya ketika Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam datang kepadanya, dia berkata, “Aku berlindung kepada
Allah darimu.” Maka Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam berkata kepadanya, “Semoga Allah Swt menjauhkan engkau dari orang
yang engkau berlindung darinya. Kembalilah engkau pada keluargamu.” Nabi
Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam juga pernah
menikah dengan Aliyah binti Dhabyan, akan tetapi akhirnya dia diceraikan
oleh Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam ketika
hendak dikumpulinya. Rasulullah sholallah alaihi was salam juga pernah
menikah dengan puteri ash-Shalt, akan tetapi dia meninggal dunia sebelum
dikumpuli oleh Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam.
Nabi Muhammad sholallah alaihi was salam juga pernah menikah dengan
Mulaikah al-Laitsiyah. Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa dialah
wanita yang mengatakan kepada Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa
shohbihi was salam, “Aku berlindung kepada Allah darimu.” Lalu Nabi
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam menceraikannya. Pada
suatu saat Nabi Muhammad sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was
salam pernah meminang seorang wanita kepada ayahnya, lalu dia pun segera
menyebutkan segala macam sifat dan prilaku anak perempuannya itu kepada
Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam dan dia berkata,
“Aku menambahkan satu hal lagi tentang anak perempuanku itu bahwa dia
tidak pernah sakit.” Maka Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi
was salam berkata kepadanya, “Tidak ada kebaikan baginya di sisi Allah.”
Lalu Nabi sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam
meninggalkannya. Kepada setiap wanita yang dinikahinya Nabi Muhammad
sholallah alaihi wa aalihi wa shohbihi was salam telah memberikan mas
kawin uang sebanyak lima ratus dirham kecuali Shafiyyah dan Ummu
Habibah. Demikian menurut pendapat yang paling benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar